Penggunaan Ibuprofen dan Penyakit Alzheimer

Penyakit Alzheimer merupakan penyebab tersering demensia (gangguan mental organik yang ditandai dengan hilangnya kemampuan intelektual secara menyeluruh termasuk didalamnya gangguan daya ingat, judgement, dan pemikiran abstrak, juga disertai dengan perubahan kepribadian). Alzheimer merupakan penyakit degeneratif dan terminal dimana hingga saat ini belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkannya.

Biasanya penyakit ini mengenai orang-orang yang berusia > 65 tahun, namun dapat juga mengenai orang-orang yang berusia lebih muda. Pada stadium awal, gejala yang paling sering terjadi adalah hilangnya ingatan jangka pendek, dimana seringnya gejala ini dianggap sebagai proses penuaan dan stres yang dialami oleh penderita. Gejala-gejala stadium lanjut adalah bingung, marah, mood yang labil, kemampuan berbahasa yang kacau, hilangnya ingatan jangka panjang, dan penarikan diri. Secara bertahap, penderita akan kehilangan fungsi tubuh minor kemudian mayor, hingga kematian menjemput.

Penyebab dan perjalanan penyakit Alzheimer belum dimengerti sepenuhnya, namun dihubungkan dengan plak dan tangle yang timbul di otak. Belum ada pengobatan yang dapat menghentikan penyakit ini atau mengembalikan penderita ke kondisi semula, dan tidaklah diketahui apakah pengobatan yang ada saat ini dapat memperlambat progresifitas penyakit, atau hanya mengendalikan gejala-gejala yang timbul.

Penanganan secara farmakologik penyakit Alzheimer masihlah sangat terbatas. Studi observasi yang dilakukan akhir-akhir ini menunjukkan kegunaan anti-inflamasi non steroid (AINS) dalam menghambat perkembangan penyakit Alzheimer, kemungkinan melalui efek anti-inflamasi dari AINS.

Berikut ini kami sampaikan beberapa studi mengenai penggunaan AINS pada umumnya dan ibuprofen pada khususnya dalam menurunkan risiko atau menghambat perkembangan penyakit Alzheimer.

1. Studi yang dilakukan oleh Universitas Kedokteran Boston.

Tujuan studi ini adalah untuk menilai efek penggunaan AINS yang spesifik dalam jangka panjang terhadap risiko insidens timbulnya Alzheimer. Para peneliti juga menilai apakah AINS yang menekan kadar amiloid β-1-42 (Aβ 1-42), yang merupakan komponen plak senilis pada amiloid Alzheimer, lebih mempunyai efek protektif terhadap penyakit ini.

Subyek studi ini adalah para veteran AS berusia ≥ 50 tahun yang menerima perawatan medis melalui US National Veterans Affairs Health Care System. Para peneliti mengidentifikasi 49.349 orang dengan peningkatan insidens Alzheimer dari tahun 1998-2005 dan membandingkan penggunaan AINS oleh 49.349 orang tersebut dengan 196.850 orang sebagai kontrol dari populasi yang sama. Periode penggunaan AINS dibagi menjadi 7 periode, yaitu : periode tidak pernah menggunakan AINS, menggunakan hingga 1 tahun, > 1 tahun hingga 2 tahun, >2 tahun hingga 3 tahun, > 3 tahun hingga 4 tahun, > 4 tahun hingga 5 tahun, dan menggunakan > 5 tahun. Para peneliti kemudian menguji hubungan antara perkembangan penyakit dengan penggunaan AINS, dimana AINS yang diuji adalah nonacetylated salicylates, setiap golongan AINS, setiap jenis AINS, dan AINS yang dapat menekan Aβ 1-42 (ibuprofen, indomethacin, sulindac, dan diclofenac). 42,2% subyek dari grup dengan peningkatan insidens Alzheimer dan 40,2% subyek dari grup kontrol mendapatkan setidaknya 1 obat AINS selama periode studi. Asam arylpropionic, termasuk didalamnya ibuprofen dan naproxen, merupakan golongan AINS yang paling sering diresepkan.

Sekitar 15% subyek dari grup dengan peningkatan insidens Alzheimer dan grup kontrol menggunakan AINS selama > 1 tahun, dengan hampir setengahnya menggunakan ibuprofen atau naproxen. 400 orang dari grup dengan peningkatan insidens Alzheimer dan 1952 orang dari grup kontrol menggunakan AINS selama > 5 tahun. Dibandingkan dengan individu yang tidak menggunakan AINS, adjusted odds penyakit Alzheimer menurun dari 0,98 pada orang yang menggunakan AINS selama ≤ 1 tahun menjadi < 0,76 pada orang yang menggunakan AINS selama > 5 tahun. Diantara para pemakai ibuprofen, adjusted odds penyakit Alzheimer menurun dari 1,03 menjadi 0,56. AINS dari golongan inhibitor siklooksigenase-2 (COX-2) atau dari golongan nonacetylated tidak mempunyai efek protektif terhadap penyakit Alzheimer. Dikarenakan sedikitnya jumlah pasien yang menggunakan AINS yang dapat menekan Aβ 1-42 lainnya seperti sulindac dan flurbiprofen, para peneliti tidak dapat mengetahui apakah kedua AINS ini mempunyai efek protektif yang serupa dengan ibuprofen. Karena alasan yang sama, para peneliti juga tidak dapat mengetahui apakah AINS non–Aβ 1-42 suppressors mempunyai efek protektif terhadap Alzheimer atau tidak.

Diketahui bahwa individu yang menggunakan ibuprofen >5 tahun dapat mengalami penurunan risiko timbulnya penyakit Alzheimer sebanyak 40%. Sebagai tambahan, penurunan risiko yang terjadi tergantung pada jumlah dosis yang digunakan, sehingga semakin lama ibuprofen dikonsumsi, semakin besar pula penurunan risiko timbulnya penyakit Alzheimer yang didapat. Individu yang menggunakan AINS dari golongan lain selama >5 tahun mempunyai risiko 25% lebih kecil menderita Alzheimer dibandingkan dengan yang tidak menggunakan AINS. Walaupun AINS lainnya seperti indomethacin dihubungkan dengan penurunan risiko timbulnya Alzheimer, namun AINS seperti celecoxib tampaknya tidak mempunyai efek terhadap penurunan risiko timbulnya demensia. Sehingga dapat disimpulkan bahwa efek terhadap penurunan risiko timbulnya Alzheimer mungkin berhubungan dengan AINS secara spesifik dibandingkan dengan AINS sebagai suatu golongan obat. Beberapa jenis AINS harus digunakan dalam jangka panjang untuk dapat menurunkan risiko timbulnya Alzheimer, namun, hal ini sangatlah tergantung pada jenis AINS yang dikonsumsi. Tidak semua AINS tampaknya dapat menurunkan risiko Alzheimer dengan tingkat penurunan yang sama pula. Satu alasan mengapa ibuprofen diketahui dapat menurunkan risiko Alzheimer adalah karena sejauh ini, ibuprofen merupakan AINS yang paling sering digunakan dalam masyarakat.

2. Studi yang dilakukan oleh Etminan dkk.

Tujuan : untuk mengukur risiko timbulnya penyakit Alzheimer pada pengguna AINS dan pengguna aspirin serta untuk menentukan berbagai pengaruh akibat lamanya pemakaian AINS dan aspirin terhadap risiko timbulnya Alzheimer.

Metode : meta-analisis dan kaji ulang secara sistemik dari studi observasi yang dipublikasikan dari tahun 1966 - Oktober 2002 yang menilai peran penggunaan AINS dalam mencegah penyakit Alzheimer. Studi-studi yang digunakan diambil dari Medline, Embase, International Pharmaceutical Abstract, dan the Cochrane Library.

Hasil : dari 9 studi yang digunakan, semuanya menyoroti penggunaan AINS pada orang dewasa berusia > 55 tahun. 6 studi diantaranya merupakan studi kohort (total peserta studi 13.211 orang), dan 3 studi sisanya merupakan case-control studies (jumlah peserta 1443 orang). Risiko relatif timbulnya Alzheimer diantara pengguna AINS adalah 0,72 ( 0,56-0,94; confidence interval (CI) 95%). Risiko Alzheimer pada kelompok AINS adalah 0,95 (0,70-1,29) pada pengguna AINS jangka pendek (< 1 bulan); 0,83 (0,65-1,06) pada pengguna AINS jangka sedang (sebagian besar < 24 bulan); dan 0,27 (0,13-0,58) pada pengguna AINS jangka panjang (sebagian besar > 24 bulan). Risiko relatif timbulnya Alzheimer pada 8 studi pengunaan aspirin adalah 0,87 (0,70-1,07).

Kesimpulan : AINS memberikan perlindungan terhadap timbulnya penyakit Alzheimer. Dosis dan lamanya penggunaan AINS yang tepat serta perbandingan antara keuntungan dan kerugian penggunaan AINS untuk Alzheimer masih belum jelas.

source: Kalbe.co.id

Comments