Faktor lingkungan dan genetik berperan dalam perkembangan penyakit artritis rematoid (RA). Merokok merupakan salah satu faktor lingkungan yang berperan dalam perkembangan RA. Lamanya seseorang merokok juga berhubungan dengan peningkatan risiko RA.
Berikut ini kami sampaikan beberapa penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh merokok pada RA.
1. Studi mengenai pengaruh merokok pada RA
Tujuan : untuk mengetahui pengaruh merokok terhadap risiko timbulnya RA.
Metode :
Berikut ini kami sampaikan beberapa penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh merokok pada RA.
1. Studi mengenai pengaruh merokok pada RA
Tujuan : untuk mengetahui pengaruh merokok terhadap risiko timbulnya RA.
Metode :
- Merupakan case-control study.
- Menggunakan 679 kasus dan 847 kontrol pada periode Mei 1996- Juni 2000.
- Dilaksanakan pada populasi yang berusia 18-70 tahun di Swedia.
- Diagnosis RA ditegakkan dengan menggunakan kriteria American College of Rheumatology 1987.
- Ditanyakan kepada peserta studi mengenai riwayat merokok dan status rheumatoid factor (RF) mereka.
- Membandingkan insidens RA antara peserta yang dari dulu hingga sekarang merokok, mantan perokok, dan peserta yang baru merokok dengan peserta yang tidak pernah merokok sama sekali.
Hasil :
- Peserta yang sekarang baru merokok, mantan perokok, dan yang masih merokok, baik pada wanita maupun pria memperlihatkan peningkatan risiko RA seropositif (bagi peserta yang masih merokok dari dulu hingga sekarang odds ratio {OR} adalah 1.7 [95% confidence interval {95% CI} 1,2-2,3] pada peserta wanita, dan 1,9 [95% CI 1,0-3,5] pada pria), namun tidak ada peningkatan risiko pada RA seronegatif.
- Peningkatan risiko RA hanya terlihat pada peserta yang telah merokok > 20 tahun, dengan intensitas merokok 6-9 batang/hari, dan peningkatan risiko ini akan menetap selama 10- 19 tahun setelah berhenti merokok.
- Peningkatan risiko RA berbanding lurus dengan peningkatan kumulatif jumlah rokok yang dihisap.
Kesimpulan :
- Perokok pria maupun wanita mempunyai peningkatan risiko terhadap timbulnya RA seropositif, namun tidak ada peningkatan risiko terhadap RA seronegatif.
- Peningkatan risiko RA muncul setelah durasi merokok yang panjang dengan intensitas merokok yang sedang dan akan tetap bertahan hingga beberapa tahun setelah berhenti merokok.
2. Studi mengenai hubungan perokok berat dengan RA
Tujuan : untuk mengetahui hubungan potensial antara paparan terhadap rokok secara kumulatif pada pasien dengan atau tanpa RA dan dengan atau tanpa riwayat RA dalam keluarga.
Metode :
- Melibatkan 239 pasien RA yang dibandingkan dengan 239 kelompok kontrol yang sama usia, jenis kelamin, dan kelas sosialnya.
- Dievaluasi mengenai riwayat merokok dan jumlah rokok yang dihisap per tahunnya.
Conditional logistic regression digunakan untuk memperkirakan hubungan antara RA dengan jumlah rokok yang dihisap per tahun. - Semua pasien RA yang terlibat dalam studi ini juga dievaluasi mengenai riwayat RA dalam keluarga dan disebut positif jika memiliki first or second degree relative yang menderita RA.
- Membandingkan riwayat merokok pada kelompok pasien RA dengan atau tanpa riwayat RA dalam keluarga dengan kelompok kontrol.
- Kelompok pasien RA dengan atau tanpa riwayat RA dalam keluarga juga dibandingkan terhadap riwayat merokok saat mulai menderita RA
Hasil :
- Terdapat hubungan yang kuat antara jumlah rokok yang dihisap per tahun dengan RA.
- Terdapat hubungan yang mencolok antara perokok berat dengan RA.
- Hubungan antara pasien dengan riwayat merokok sebanyak 41-50 bungkus/tahun dengan RA adalah OR 13,54; 95% CI 2,89-63,38; p<0,001.>
- Hubungan antara pasien yang merokok dan RA adalah OR 1,81; CI 1,22-2,19; p=0,002.
- Pasien RA tanpa riwayat RA dalam keluarga lebih banyak yang merokok dibandingkan dengan pasien
- RA dengan riwayat RA dalam keluarga (72% vs 54%; p=0,006), dengan jumlah rokok yang dihisap per tahun lebih banyak (rata-rata 25,0 vs 4,0; p<0,001) dan dengan riwayat merokok saat timbulnya RA (58% vs 39%; p=0,003).
Kesimpulan :
Perokok berat mempunyai hubungan yang kuat dengan timbulnya RA yang membutuhkan penanganan lebih lanjut di RS dan hal ini lebih banyak terjadi pada pasien RA tanpa riwayat RA dalam keluarga.
source: Kalbe.co.id
Comments