Waspada Pneumonia pada Anak!

Pneumonia sebenarnya bukan peyakit baru. Tahun 1936 pneumonia menjadi penyebab kematian nomor satu di Amerika. Penggunaan antibiotik, membuat penyakit ini bisa dikontrol beberapa tahun kemudian. Namun tahun 2000, kombinasi pneumonia dan influenza kembali merajalela.

Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan TBC. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian. Kasus pneumonia ditemukan paling banyak menyerang anak balita. Menurut laporan WHO, sekitar 800.000 hingga 1 juta anak meninggal dunia tiap tahun akibat pneumonia. Bahkan UNICEF dan WHO menyebutkan pneumonia sebagai penyebab kematian anak balita tertinggi, melebihi penyakit-penyakit lain seperti campak, malaria, serta AIDS.

Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantong-kantong udara dalam paru yang disebut alveoli dipenuhi nanah dan cairan sehingga kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa bekerja. Karena inilah, selain penyebaran infeksi ke seluruh tubuh, penderita pneumonia bisa meninggal. Sebenarnya pneumonia bukanlah penyakit tunggal. Penyebabnya bisa bermacam-macam dan diketahui ada 30 sumber infeksi dengan sumber utama bakteri, virus, mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia maupun partikel.

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus (biasa disebut bronchopneumonia). Gejala penyakit ini berupa napas cepat dan napas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali per menit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pada anak dibawah usia 2 bulan, tidak dikenal diagnosis pneumonia.

Pneumonia berat ditandai dengan adanya batuk atau (juga disertai) kesukaran bernapas, napas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun. Pada kelompok usia ini dikenal juga pneumonia sangat berat dengan gejala batuk, kesukaran bernapas disertai gejala sianosis sentral dan tidak dapat minum. Sementara untuk anak dibawah 2 bulan, pneumonia berat ditandai dengan frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih atau (juga disertai) penarikan kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam.

Menurut dokter spesialis paru dari RSIA Hermina Jatinegara, Dr. Bambang Supriyatno SpA(K), perbedaan mendasar antara pneumonia dengan TBC terletak pada jenis mikroorganisme yang menginfeksi. ‘’Pneumonia yang ada di masyarakat umumnya, disebabkan oleh bakteri, virus atau mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus ),’’ katanya. Bambang menyebutkan, bakteri yang umum adalah streptococcus Pneumoniae, Staphylococcus Aureus, Klebsiella Sp, Pseudomonas sp. Sedangkan, vIrus misalnya virus influensa. “Pada TBC, jenis mikroorganisme yang menginfeksinya adalah mikrobakterium tuberculosis,’’ sambungnya. Rentannya anak terkena penyakit pneumonia umumnya dikarenakan lemahnya atau belum sempurnanya sistem kekebalan tubuh balita. Oleh sebab itu, mikrorganisme atau kuman lebih mudah menembus pertahanan tubuh.

Jenis bakteri pneumococcus atau pneumokok belakangan semakin populer seiring kian dikenalnya jenis penyakit Invasive Pneumococcal Disease (IPD). Selain pneumonia, yang termasuk IPD adalah radang selaput otak (meningitis) atau infeksi darah (bakteremia). "Pada pneumonia yang disebabkan oleh bakteri pneumokok, kerap menimbulkan komplikasi dan mengakibatkan penderita juga terkena meningitis atau bakteremia," kata Bambang.

Dokter spesialis anak dari RSAB Harapan Kita, Dr. Attila Dewanti SpA menjelaskan bahwa bakteri pneumokok ini dapat masuk melalui infeksi pada daerah mulut dan tenggorokan, menembus jaringan mukosa lalu masuk ke pembuluh darah, mengikuti aliran darah sampai ke paru-paru dan selaput otak. “Akibatnya, timbul peradangan pada paru dan daerah selaput otak,” tambahnya.

Gejala khususnya adalah demam, sesak napas, napas dan nadi cepat, dahak berwarna kehijauan atau seperti karet, serta gambaran hasil ronsen memperlihatkan kepadatan pada bagian paru. Kepadatan terjadi karena paru dipenuhi sel radang dan cairan yang sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk mematikan kuman. Tapi akibatnya fungsi paru terganggu, penderita mengalami kesulitan bernapas, karena tak tersisa ruang untuk oksigen.

Namun, gejala awalnya yang tergolong sederhana seringkali membuat orangtua kurang waspada terhadap penyakit ini. “Orang tua sering datang terlambat membawa anaknya ke dokter. Karena gejala awal panas dan batuk, orang tua sering mengobati sendiri dirumah dengan obat biasa, bila sudah sesak baru dibawa ke dokter, ” jelas Atilla. Karenanya dokter spesialins bagian neurologi anak ini menyatakan sebaiknya bila anak sakit panas tinggi dan batuk, segeralah ke dokter untuk dicari tahu penyebabnya.

Diagnosa dan Pengobatan

Diagnosis pneumonia dilakukan dengan berbagai cara. Pertama dengan pemeriksaan fisik secara umum. Setelah itu ada pula pemeriksaan penunjuang seperti rontgen paru dan pemeriksaan darah. Penanganan pneumonia pun dapat dilakukan dengan beberapa cara. Umumnya pengobatan dengan pemberian antibiotik. “Penderita pneumonia dapat sembuh bila diberikan antibiotik yg sesuai dengan jenis kumannya, hanya saja perlu dosis tinggi dan waktu yg lama,” papar Atilla.

Namun, bakteri Streptococcus pneumoniae mulai resisten atau kebal terhadap beberapa jenis antibiotik. Bahkan kawasan Asia dinyatakan sebagai hot zone, yakni daerah dengan tingkat resistensi tinggi untuk bakteri pneumokok. Oleh sebab itu apabila pneumonia yang dialami cukup parah, penanganannya juga dilakukan dengan cara opname. Dengan perawatan khusus di rumah sakit, pasien bisa mendapatkan istirahat dan pengobatan yang lebih intensif, atau bahkan terapi oksigen sebagai penunjang. Selain itu penderita pneumonia juga membutuhkan banyak cairan untuk mencegahnya dari dehidrasi. Cairan ini bisa diperoleh dengan cara banyak minum air putih maupun melalui infus.

Untuk pneumonia oleh virus sampai saat ini belum ada panduan khusus, meski beberapa obat antivirus telah digunakan. Kebanyakan pasien juga bisa diobati dirumah. Biasanya dokter yang menangani pneumonia akan memilihkan obat sesuai pertimbangan masing-masing, setelah suhu pasien kembali normal, dokter akan menginstruksikan pengobatan lanjutan untuk mencegah kekambuhan. Soalnya, serangan berikutnya bisa lebih berat dibanding yang pertama. Selain antibiotika, pasien juga akan mendapat pengobatan tambahan berupa pengaturan pola makan dan oksigen untuk meningkatkan jumlah oksigen dalam darah.

Pada beberapa kasus, Atilla menerangkan bahwa pneumonia yang sudah mengalami komplikasi tersebut bisa meninggalkan berbagai efek samping. “Anak dapat mengalami berbagai efek samping seperti gangguan kecerdasan, gangguan perkembangan motorik, gangguan pendengaran dan keterlambatan bicara,” paparnya. Walaupun demikian, Bambang tetap meyakinkan bahwa anak dengan pneumonia juga bisa sembuh total dan hidup dengan normal.

Pencegahan

Penanggulangan penyakit Pnemonia menjadi fokus kegiatan program P2ISPA (Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Program ini mengupayakan agar istilah pneumonia lebih dikenal masyarakat, sehingga memudahkan kegiatan penyuluhan dan penyebaran informasi tentang penanggulangannya. Program P2ISPA mengklasifikasikan penderita kedalam 2 kelompok usia. Yaitu, usia dibawah 2 bulan (Pnemonia Berat dan Bukan Pnemonia) dan usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun.

Klasifikasi Bukan-pnemonia mencakup kelompok balita penderita batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukkan adanya penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Penyakit ISPA diluar pneumonia ini antara lain batuk-pilek biasa, pharyngitis, tonsilitis dan otitis. Ungkapan klasik bahwa “mencegah lebih baik daripada mengobati” benar-benar relevan dengan penyakit pneumonia ini. Mengingat pengobatannya yang semakin sulit, terutama terkait dengan meningkatkan resistensi bakteri pneumokokus, maka tindakan pencegahan sangatlah dianjurkan.

Pencegahan penyakit IPD, termasuk pneumonia, dapat dilakukan dengan cara vaksinasi pneumokokus atau sering juga disebut sebagai vaksin IPD. Menurut Atilla yang juga bertugas di klinik khusus tumbuh kembang anak RSAB Harapan kita, peluang mencegah Pneumonia dengan vaksin IPD adalah sekitar 80-90%.

Adapun mengenai waktu ideal pemberian vaksin IPD, menurut penjelasan Atilla adalah sebanyak 4 kali, yakni pada saat bayi berusia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan diulang lagi pada usia 12 bulan. Atilla menguatkan bahwa vaksin itu aman dan dapat diberikan bersamaan dengan vaksin lain seperti Hib, MMR maupun Hepatitis B.

Selain imunisasi, pencegahan pneumonia menurut Bambang adalah dengan menjaga keseimbangan nutrisi anak. “Selain itu, upayakan agar anak memiliki daya tahan tubuh yang baik, antara lain dengan cara cukup istirahat juga olahraga,” jelasnya.

Pneumonia oleh Bakteri

Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua, atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Seluruh jaringan paru dipenuhi cairan dan infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah.

Pasien yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah, dan denyut jantungnya meningkat cepat. Bibir dan kuku mungkin membiru karena tubuh kekurangan oksigen. Pada kasus yang eksterm, pasien akan mengigil, gigi bergemelutuk, sakit dada, dan kalau batuk mengeluarkan lendir berwarna hijau. Sebelum terlambat, penyakit ini masih bisa diobati. Bahkan untuk pencegahan vaksinnya pun sudah tersedia.

Pneumonia oleh virus

Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Saat ini makin banyak saja virus yang berhasil diidentifikasi. Meski virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas-terutama pada anak-anak- gangguan ini bisa memicu pneumonia. Untunglah, sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat.

Namun, bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influensa, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian, Virus yang menginfeksi paru akan berkembang biak walau tidak terlihat jaringan paru yang dipenuhi cairan. Gejala Pneumonia oleh virus sama saja dengan influensa, yaitu demam, batuk kering sakit kepala, ngilu diseluruh tubuh. Dan letih lesu, selama 12 - 136 jam, napas menjadi sesak, batuk makin hebat dan menghasilkan sejumlah lendir. Demam tinggi kadang membuat bibir menjadi biru.

Pneumonia mikoplasma

Pneumonia jenis ini berbeda gejala dan tanda-tanda fisiknya bila dibandingkan dengan pneumonia pada umumnya. Karena itu, pneumonia yang diduga disebabkan oleh virus yang belum ditemukan ini sering juga disebut pneumonia yang tidak tipikal ( Atypical Penumonia ). Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia. Tetapi paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati.

Gejala yang paling sering adalah batuk berat, namun dengan sedikit lendir. Demam dan menggigil hanya muncul di awal, dan pada beberapa pasien bisa mual dan muntah. Rasa lemah baru hilang dalam waktu lama.

Pneumonia Jenis Lain

Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii pnumonia ( PCP ) yang diduga disebabkan oleh jamur, PCP biasanya menjadi tanda awal serangan penyakit pada pengidap HIV/AIDS. PCP bisa diobati pada banyak kasus. Bisa saja penyakit ini muncul lagi beberapa bulan kemudian, namun pengobatan yang baik akan mencegah atau menundah kekambuhan. Pneumonia lain yang lebih jarang disebabkan oleh masuknya makanan, cairan, gas, debu maupun jamur. Rickettsia- juga masuk golongan antara virus dan bakteri-menyebabkan demam Rocky Mountain, demam Q, tipus, dan psittacosis. Penyakit-penyakit ini juga mengganggu fungsi paru, namun pneumonia tuberkulosis alis TBC adalah infeksi paru paling berbahaya kecuali dioabati sejak dini.
Sumber: Majalah Inspire Kids

Comments